Mungkin akhiran -sasi itulah yang memberi kesan feminim. Tapi yang jelas kata ini bener-bener ASLI melayu, made in Indonesia, bukan terjemahan dari bahasa asing. Bukyikan aja dengan membuka kamus bahasa Inggris terbitan mana saja, tidak ada satupun yang punya entry untuk kata "caderization." Hasil searcing dari mbah-Google kata "kaderisasi" menghasilkan kurang lebih 76,500 links, sedangkan kata "caderization" hanya mendapatkan 54 links, itupun hampir semuanya berkaitan dengan Indonesia. Hanya satu dua dipakai oleh situs India, Pakistan dan Bank Dunia yang semuanya ini pasti "ketularan" karena pernah berususan dengan Indonesia.
Yang menarik, kalau dirunut kebelakang akar kata kaderisasi itu sendiri
sesungguhnya tidak asli lokal. "Kader" adalah peng-indonesiaan kata "cadre" kata Perancis yang berasal dari Italia "quadro" yang berasal dari Latin "quadrum" yang berarti segiempat atau bujursangkar. Salah satu definisi atau arti kata "cadre" ini adalah "a nucleus or core group especially of trained personnel able to assume control and to train others" yang kelihatannya cocok dengan pengertian secara umum di Indonesia.
Siapa yang mulai menggunakan kata "kaderisasi" perlu penelitian arsip yang komprehensip. Setahuku kata ini mulai dipakai awal tahun 60-an, terutama
populer dikalangan partai politik -- dimana definisi lain juga amat cocok, "a
cell of indoctrinated leaders active in promoting the interests of a
revolutionary party." Dugaanku, popula "kaderisasi" ini dimulai oleh Soekarno
yang suka pidato berbunga-bunga, membumbuinya dengan bahasa manca dan sekaligus
mengindonesiakannya.
Bahwa mahasiswa tidak mau ketinggalan dalam frenzy "kaderisasi" ini sesungguhnya
tidak terlalu mengherankan. Adalah sesuatu yang alamiah, semacam instink, untuk
mewariskan pengetahuan dan pengalaman dari orangtua ke anak, dari yang tua ke
yang muda-muda. Ini adalah instink survival untuk mewariskan "social gene"
(culture, budaya) disamping genetik material secara biologis. Ini adalah kunci
survival dari civilization.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apa sih yang mau diwariskan oleh "kaderisasi"
yang selama inik dipraktekkan di HME Polines pada umumnya? Konotasi
"kaderisasi" selama ini adalah kekerasan, baik yang dilakukan oleh panitia resmi
maupun "panitia swasta" yang tidak bisa dikontrol. "Violence begets violence,"
kaderisasi yang dilakukan dengan kekerasan, gebuk-gebukan, akan menghasilkan kader-kader yang juga menggunakan kekerasan ketika gilirannya mengkader tiba. Tukang gebuk hanya akan menghasilkan generasi tukang gebuk berikutnya. Siklus ini terus berulang dari tahun ke tahun, apapun nama programnya ... dan inilah yang dikuatirkan oleh para pengelola kampus. Konotasi kaderisasi di kampus selama ini adalah kekerasan. Ini yang musti dirombak, the cycle must be broken, kalau memang "mewariskan nilai" itu masih dipandang perlu.
Ada hal-hal yang paling krusial dalam profesionalisme seseorang yang aku rasa
absen dari pembentukan karakter mahasiswa Indonesia, dan manusia indonesia pada
umumnya: intergritas pribadi, kemandirian pikir, kejujuran, rasa percaya diri --
untuk menyebut beberapa. Disamping penyelenggaraan resmi akademis, himpunan
macam HME ini bisa promote nilai-nilai positive diatas. Ini bisa dimulai dengan
hal-hal "kecil" yang bisa dilakukan dalam level individu dan didukung oleh
konsesus organisasi, misalnya dengan tidak nyontek waktu ujian, mengerjakan
tugas sendiri. HME bisa mendukung dengan mengorganisir study-group, sehingga
setiap individu bisa dan percaya diri untuk melakukan tugasnya, dengan
kejujuran, dan bangga melakukan itu. Setelah hal-hal "kecil" begini bisa
dilakukan, urusan besar dalam karir profesional menjadi hal yang tidak terlalu
sulit.
Senin, 16 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar